Laryngeal Mask Airway



Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien.
Pada pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa 1 - 18% pasien memiliki anatomi jalan nafas yang sulit. Dari jumlah ini 0,05 - 0,35% pasien tidak dapat diintubasi dengan baik, bahkan sejumlah lainnya sulit untuk diventilasi dengan sungkup. Jika kondisi ini ditempatkankan pada seorang dokter yang memiliki pasien sedang sampai banyak maka dokter tersebut akan menemui 1 – 10 pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit untuk diintubasi. Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian.
Resiko tersebut berhubungan dengan tidak adekuatnya penatalaksanaan jalan nafas pasien yang dibuktikan pada jumlah kasus-kasus malpraktek yang diperiksa oleh American Society of Anesthesiologist Closed Claims Project. Pada kasus-kasus yang sudah ditutup tersebut terhitung bahwa jumlah terbanyak insiden kerusakan otak dan kematian disebabkan oleh kesulitan respirasi. Tujuan dari bab berikut adalah mendiskusikan dasar-dasar dari anatomi jalan nafas dan penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas sulit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI JALAN NAFAS :
Secara sistem, jalan nafas dimulai dari bagian luar yaitu mulut dan hidung kemudian berakhir di alveolar. Pemahaman mengenai anatomi jalan nafas dapat membantu penatalaksanaan pasien selama periode operatif. Pada bagian berikutnya akan dilakukan peninjauan mengenai dasar anatomi jalan nafas dan fungsionalnya. Anatomi jalan nafas akan didiskusikan dalam beberapa bagian yaitu jalan nafas supraglotis, laring dan jalan nafas subglotis.
2.1.1 Jalan Nafas Supraglotis :
  1. a.      Hidung
Hidung berfungsi melembabkan dan menghangatkan udara saaat udara masuk kedalam hidung. Udara yang masuk dari hidung dibatasi dengan ukuran dari turbin pada lubang hidung, dimana didalamnya banyak terdapat pembuluh darah, sehingga pada pemasukan endotracheal tube atau bronchoscope melalui hidung dapat menyebabkan banyak perdarahan. Septum nasal kadang berdeviasi pada beberapa orang sehingga menyebabkan salah satu lubang hidung akan menyempit dibandingkan dengan sisi sebelahnya. Nasofaring kemudian terbuka dan menyambung dengan orofaring. Cabang dari Nervus V yang akan menginervasi sensorik pada hidung.
  1. b.      Faring
Ruang pada bagian posterior rongga mulut dapat dibagi dalam nasofaring, orofaring, dan hipo faring. Jaringan limfoid pada sekitar faring dapat mempersulit proses intubasi dengan endotracheal tube karena jaringan tersebut menutupi jalan masuk. Otot internal dari faring membantu proses menelan dengan mengangkat palatum. Sedangkan otot eksternalnya merupakan otot konstriktor yang membantu mendorong makanan masuk kedalam esophagus. Gerakan otot ini dapat mempengaruhi jalan masuk dari endotracheal tube pada pasien yang akan dilakukan intubasi sadar ataupun pada pasien yang teranestesi ringan. Persarafan sensorik dan motorik dari faring berasal dari Nervus Kranial IX kecuali pada Muskulus Levator Veli Palatini yang dipersarafi oleh Nervus Kranial V.
Penyumbatan jalan nafas dapat terjadi pada daerah faring. Ini terjadi pada saat timbulnya pembengkakan yang akan membatasi masuknya udara. Penyumbatan tersebut terjadi pada daerah Palatum Molle yang kemudian menepel pada dinding nasofaring. Contoh lidah dapat jatuh kebelakang dan kemudian akan menyumbat jalan nafas dengan menempel pada dinding posterior orofaring. Kondisi ini dapat terjadi pada pasien yang tersedasi dan teranestesi ataupun pada pasien sewaktu tidur. Penyumbatan terjadi akibat penurunan tonus otot dan penurunan fungsi lumen faring. Pada pasien yang bernafas spontan, penurunan fungsi lumen jalan nafas dapat berhubungan dengan meningkatnya frekuensi respirasi dan menghasilkan jumlah tekanan negatif yang besar dibawah tingkat obstruksi. Keadaan ini dapat menjadi lebih buruk dengan penyumbatan yang timbul akibat adanya tekanan negatif yang menekan jaringan lunak ke daerah yang kolaps. Permasalahan seperti ini terdapat pada pasien dengan obstuktive sleep apnea.
  1. c.       Laring
Laring memiliki bentuk yang rumit yang berfungsi yaitu melindungi jalan nafas bawah, sebagai salah satu organ untuk fonasi, dan membantu proses pernafasan. Semua fungsi tersebut bergantung pada proses interaksi antara kartilago, tulang, dan jaringan lunak yang merupakan komponen dari faring dan laring. Laring memiliki 9 kartilago yaitu Epiglotis, Tiroid, Krikoid, Sepasang Aritenoid, Sepasang Cuneiformis dan Sepasang Corniculata. Laring memiliki otot-otot ekstrinsik dan intrinsik. Persarafan sensorik dan motorik dari jalan nafas bagian atas juga banyak.
Struktur Laring :
Tulang Hyoid akan menggantung pada laring dan menempel pada tulang Temporal melalui ligament Stylohyoid.
Kartilago Laring
  • Kartilago Tiroid : Merupakan kartilago terbesar dari laring dan memiliki sudut yang lebih tajam pada laki-laki sehingga memberikan bentuk menonjol dan panjang. Memberikan nada rendah pada pita suara. Kartilago ini melekat pada membrane Hyoid di bagian atas dan berartikulasi dengan kartilago Krikoid di bagian bawah. Bagian batang Epiglottis dan ligamen Vestibular melekat pada permukaan bagian dalamnya.
  • Kartilago Krikoid : Berbentuk cincin utuh dengan bagian belakang yang lebih lebar melekat pada Esophagus. Sudut anterior melekat pada kartilago tiroid melalui membrane Cricotiroid. Membran Cricotiroid tidak memiliki pembuluh darah sehingga dapat menjadi akses jalan nafas dalam keadaan gawat darurat dengan cara insisi di bagian tengahnya atau dengan menusukan jarum pada bagian tengahnya.
  • Kartilago Aritenoid : Berbentuk pyramidal, Aritenoid adalah tempat tambatan bagi beberapa otot internal laring dan juga bagi pita suara. Kartilago Cuneiformis dan Corniculata melekat pada kartilago ini melalui ligamennya.
  • Epiglotis : Merupakan stuktur bentuk kartilago yang besar berbentuk tetesan air atau daun atau sadel sepeda. Sifatnya flesibel dengan ukuran yang berbagai macam. Terletak vertical dibelakang tulang Hyoid dan melekat pada ligamen Hyoepiglotis. Dasar epiglottis melekat pada Aritenoid melalui lipatan Aryepiglotis. Mukosa dari Epiglotis berjalan ke anterior dan lateral membentuk ruang antara lipatan Faringoepiglotis yang disebut Valecula. Ruang ini merupakan tempat jatuhnya benda asing seperti makanan dan juga merupakan tempat yang tersedia untuk meletakan ujung dari bilah laringoskop Macintosh.
Interior Laring
Bagian dalam laring merupakan struktuk bentuk yang rumit juga. Lekukan pada laring dari faring berbentuk hampir tegak lurus. Rongga laring dapat dibagi menjadi beberapa bagian. Vestibula memanjang dari lengkung laring kearah lipatan vestibular yang disebut sebagai pita suara palsu. Ventrikel laring memanjang dari pita suara palsu sampai ke pita suara asli. Daerah antara pita suara saat menutup dan kartilago Aritenoid disebut Rima Glotis. Bagian ini adalah bagian yang paling dangkal dari jalan nafas atas pada orang dewasa. Infraglotis laring memanjang dari pita suara sampai bagian atas trakea dibatasi oleh membrane Cricotiroid dan kartilago Krikoid. Daerah ini adalah daerah yang paling dangkal pada jalan nafas anak.
Otot-Otot Laring
Otot-otot ekstrinsik laring bekerjasama dengan bagian laring lainnya untuk bergerak pada proses menelan. Otot-otot ini termasuk Sternohyoid, Sternothyroid, Thyrohyoid, Thyroepiglottis, Stylopharingeus, dan Konstriktor Pharingeal Inferior. Otot-otot dalam laring meng aduksi pita suara untuk menutup pada saat menelan dan abduksi pada saat inspirasi serta mengubah tegangan pada pita suara selama proses fonasi. Otot-otot dari laring ini adalah :
Oblique Arytenoid                 : Menutup Rima Glotis
Tranverse Arytenoid               : Adduksi Arytenoid, menutup Rima Glotis
Lateral Cricoarytenoid            : Adduksi pita suara
Posterior Cricoarytenoid         : Abduksi pita suara
Cricithyroid                             : Tegangan pada pita suara
Thyroarytenoid                       : Relaksasi tegangan pada pita suara
Vocalis                                    : Relaksasi pita suara
Penutupan pada laring adalah proses yang penting. Laring dfapat ditutup pada tiga bagian : lipatan Aryepiglottis, pita suara palsu dan pita suara asli. Laring akan menutup selama proses menelan dimana akan terjadi tiga tahap pada proses tersebut : pertama, makanan akan didorong kearah posterior faring oleh lidah, kedua, tahap menelan, proses respirasi akan berhenti, otot palatoglosal berkontraksi dan orofaring tertutup dari nasofaring dan laring dengan kerjasama antara beberapa otot yang menarik laring superior agar epiglottis menutup laring. Pada tahap ketiga proses penelanan makanan yang membawa makanan masuk ke Esophagus.
Persarafan Laring
Struktur laring mempunyai persarafan sensorik dan motorik . Fungsi motorik sebagai adduksi (penutupan pita suara), abduksi (membuka pita suara) dan tegangan (menegangkan pita suara untuk mengeluarkan suara dengan nada tinggi). Semua persarafan sensorik dan motorik dari otot-otot intrinsic laring berasal dari percabangan Nervus Vagus. Nervus Laringeal Superior adalah cabang dari Nervus Vagus yang berjalan di sisi dalam Arteri Carotis sebelum terbagi menjadi cabang external dan internal. Cabang internal yang besar masuk kedalam membrane Thyroid dan Os. Hyoid. Cabang ini kemudian akan mempersarafi sensorik dari laring. Cabang eksternal dari Nervus Laringeal Superior membawa serabut motorik dari Nervus Assesory Spinalis. Cabang ini berjalan sepanjang kartilago Thyroid mempersarafi otot Cricothyroid. Nervus Laringeal Rekurens meninggalkan Vagus di daerah dada kemudian berjalan di bagian alur tracheoesophageal. Nervus Laringeal Rekurens mempersarafi motorik dari semua otot-otot intrinsik dari laring kecuali otot Cricothyroid. Reflex laryngeal dapat terstimuli di daerah laring atau supraglotis dan dapat menyebabkan tertutupnya pita suara sampai dengan terjadinya laringospasme.
Untuk memblok sensorik dari mukosa laring dibutuhkan blok daripada Nervus Laringeal Superior sampai dengan pita suara ditambah dengan blok pada Nervus Laringeal Rekurens atau dengan pemberian anestesi lokal dengan injeksi transtracheal atau dengan spray pada mukosa di bawah pita suara. Blok motorik komplit untuk memfasilitasi intubasi dibutuhkan blok pada Nervus Laringeal Rekuren karena nervus ini mempersarafi fungsi motorik dari semua nervus intrinsik dari laring kecuali untuk otot Cricothyroid. Blok pada saraf ini dapat dilakukan dengan transtracheal atau injeksi pada Cricothyroid atau secara topikal dengan spray.
Stimulasi dari struktur supraglotis dapat menyebabkan penutupan glottis atau laringospasme. Stimuli ini dapat berupa sentuhan panas atau kimiawi. Respon ini biasanya cepat. Laringospasme adalah suatu keadaan dimana glottis menutup rapat setelah timbulnya rangsangan.
2.2 LARYNGEAL MASK AIRWAY (LMA) 
A. DEFINISI
Laryngeal Mask Airway adalah sebuah  alat untuk mempertahankan jalan  napas paten tanpa intubasi trakea, yang terdiri dari tabung terhubung ke cuff oval yang berfungsi untuk mengunci laring.
B. KONSEP DAN DESAIN
LMA mengisi cekungan antara Face Mask (FM) dan Trakeal Tube (TT) baik dari segi posisi anatomis dan tingkat invasi. Dibuat dari kelas silikon karet medis dan dapat digunakan kembali.
LMA ini terdiri dari 3 komponen utama (Gbr. 1):
  1. Tabung jalan napas (airway tube)
  2. Masker karet dan
  3. Garis inflasi.
Gambar. 1
Jalan napas tabung sedikit melengkung untuk menyesuaikan dengan anatomi orofaringeal, semirigid untuk memfasilitasi insersi atraumatik dan semitransparan, sehingga kondensasi dan materi muntahan dapat terlihat. Sebuah garis hitam berjalan longitudinal sepanjang lengkungan posterior untuk membantu orientasi. Lubang pada distal dari tabung saluran udara terbuka ke dalam lumen dari masker karet dan dilindungi oleh dua karet vertikal yang fleksibel, disebut Mask Aperture Bars (MAB), untuk mencegah pada epiglotis masuk dan menghalangi jalan napas.
Hilangnya kesadaran karena induksi anestesi berhubungan dengan hilangnya pengendalian jalan nafas dan reflex-reflex proteksi jalan nafas. Tanggung jawab dokter anestesi adalah untuk menyediakan respirasi dan managemen jalan nafas yang adekuat untuk pasien. LMA telah digunakan secara luas untuk mengisi celah antara intubasi ET dan pemakaian face mask. LMA di insersi secara blind ke dalam pharing dan membentuk suatu sekat bertekanan rendah sekeliling pintu masuk laring. Dibawah ini tabel 2 keuntungan dan kerugian pemakaian LMA jika dibandingkan dengan ventilasi facemask atau intubasi ET.
Tabel.1
Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif. Alat ini tersedia dalam 8 ukuran untuk neonatus, infant, anak kecil, anak besar, kecil, normal dan besar.
Tabel. 2
C. MACAM-MACAM LMA
1. Clasic LMA
Merupakan suatu peralatan yang digunakan pada airway management yang dapat digunakan ulang dan digunakan sebagai alternatif baik itu untuk ventilasi facemask maupun intubasi ET. LMA juga memegang peranan penting dalam penatalaksanaan difficult airway. Jika LMA dimasukkan dengan tepat maka tip LMA berada diatas sfingter esofagus, cuff samping berada di fossa pyriformis, dan cuff bagian atas berlawanan dengan dasar lidah. Dengan posisi seperti ini akan menyebabkan ventilasi yang efektif dengan inflasi yang minimal dari lambung.
2. LMA Fastrach ( Intubating LMA )
LMA Fastrach terdiri dari sutu tube stainless steel yang melengkung ( diameter internal 13 mm ) yang dilapisi dengan silicone, connector 15 mm, handle, cuff, dan suatu batang pengangkat epiglotis. Perbedaan utama antara LMA clasic dan LMA Fastrach yaitu pada tube baja, handle dan batang pengangkat epiglottic. Nama lain dari Intubating LMA : Fastrach. Laryngeal mask yang dirancang khusus untuk dapat pula melakukan intubasi tracheal. Sifat ILMA : airway tube-nya kaku, lebih pendek dan diameternya lebih lebar dibandingkan cLMA. Ujung proximal ILMA terdapat metal handle yang berfungsi membantu insersi dan membantu intubasi, yang memungkinkan insersi dan manipulasi alat ini. Di ujung mask terdapat ”pengangkat epiglotis”, yang merupakan batang semi rigid yang menempel pada mask. ILMA didesign untuk insersi dengan posisi kepala dan leher yang netral.
Ukuran ILMA : 3 – 5, dengan tracheal tube yang terbuat dari silicone yang dapat dipakai ulang, dikenal : ILMA tube dengan ukuran : 6,0 – 8,0 mm internal diameter. ILMA tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien dengan patologi esofagus bagian atas karena pernah dilaporkan kejadian perforasi esofagus. Intubasi pada ILMA bersifat ”blind intubation technique”. Setelah intubasi direkomendasikan untuk memindahkan ILMA. Nyeri tenggorok dan suara serak biasanya ringan, namun lebih sering terjadi pada pemakaian ILMA dibandingkan cLMA. ILMA memegang peranan penting dalam managemen kesulitan intubasi yang tidak terduga. Juga cocok untuk pasien dengan cedera tulang belakang bagian cervical. Dan dapat dipakai selama resusitasi cardiopulmonal.
Respon hemodinamik terhadap intubasi dengan ILMA mirip dengan intubasi konvensional dengan menggunakan laryngoscope. Kemampuan untuk insersi ILMA dari belakang, depan atau dari samping pasien dan dengan posisi pasien supine, lateral atau bahkan prone, yang berarti bahwa ILMA merupakan jalan nafas yang cocok untuk insersi selama mengeluarkan pasien yang terjebak. ILMA merupakan alat yang mahal dengan harga kira-kira 500 dollar America dan dapat digunakan sampai 40 kali.
3. LMA Proseal
LMA Proseal mempunyai 2 gambaran design yang menawarkan keuntungan lebih dibandingkan LMA standar selama melakukan ventilasi tekanan positif. Pertama, tekanan seal jalan nafas yang lebih baik yang berhubungan dengan rendahnya tekanan pada mukosa. Kedua, LMA Proseal terdapat pemisahan antara saluran pernafasan dengan saluran gastrointestinal, dengan penyatuan drainage tube yang dapat mengalirkan gas-gas esofagus atau memfasilitasi suatu jalur tube orogastric untuk dekompresi lambung.
PLMA diperkenalkan tahun 2000. PLMA mempunyai “mangkuk” yang lebih lunak dan lebih lebar dan lebih dalam dibandingkan cLMA. Terdapat drainage tube yang melintas dari ujung mask, melewati “mangkuk” untuk berjalan paralel dengan airway tube. Ketika posisinya tepat, drain tube terletak dipuncak esofagus yang mengelilingi cricopharyngeal, dan “mangkuk” berada diatas jalan nafas. Lebih jauh lagi, traktus GI dan traktus respirasi secara fungsi terpisah. PLMA di insersi secara manual seperti cLMA. Akhirnya saat insersi sulit dapat melalui suatu jalur rel melalui suatu bougie yang dimasukkan kedalam esofagus. Tehnik ini paling invasif tetapi paling berhasil dengan misplacement yang kecil.
Terdapat suatu teori yang baik dan bukti performa untuk mendukung gambaran perbandingan antara cLMA dengan PLMA, berkurangnya kebocoran gas, berkurangnya inflasi lambung, dan meningkatnya proteksi dari regurgitasi isi lambung. Akan tetapi, semua ini sepenuhnya tergantung pada ketepatan posisi alat tersebut .
Harga PLMA kira-kira 10 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk 40 kali pemakaian. Pada pasien dengan keterbatasan komplian paru atau peningkatan tahanan jalan nafas, ventilasi yang adekuat tidak mungkin karena dibutuhkan tekanan inflasi yang tinggi dan mengakibatkan kebocoran. Modifikasi baru, Proseal LMA telah dikembangkan untuk mengatasi keterbatasan ini dengan cuf yang lebih besar dan tube drain yang memungkinkan insersi gastric tube. Versi ini sering lebih sulit untuk insersinya dan pabrik merekomendasikan dengan bantuan introduser kaku.
4. Flexible LMA
Bentuk dan ukuran mask nya hampir menyerupai cLMA, dengan airway tube terdapat gulungan kawat yang menyebabkan fleksibilitasnya meningkat yang memungkinkan posisi proximal end menjauhi lapang bedah tanpa menyebabkan pergeseran mask. Berguna pada pembedahan kepala dan leher, maxillo facial dan THT. fLMA memberikan perlindungan yang baik terhadap laryng dari sekresi dan darah yang ada diatas fLMA. Populer digunakan untuk pembedahan nasal dan pembedahan intraoral, termasuk tonsilektomyAirway tube fLMA lebih panjang dan lebih sempit, yang akan menaikkan resistensi tube dan work of breathing. Ukuran fLMA : 2 – 5. Insersi fLMA dapat lebih sulit dari cLMA karena flexibilitas airway tube. Mask dapat ber rotasi 180 pada sumbu panjangnya sehingga masknya mengarah ke belakang. Harga fLMA kira-kira 30 % lebih mahal dari cLMA dan direkomendasikan untuk digunakan 40 kali.
D. TEHNIK ANESTESI LMA
1. Indikasi  :
1)      Sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau intubasi ET untuk airway management. LMA bukanlah suatu penggantian ET, ketika pemakaian ET menjadi suatu indikasi.
2)      Pada penatalaksanaan dificult airway yang diketahui atau yang tidak diperkirakan.
3)      Pada airway management selama resusitasi pada pasien yang tidak sadarkan diri.

2. Kontraindikasi :
1)      Pasien-pasien dengan resiko aspirasi isi lambung ( penggunaan pada emergency adalah pengecualian ).
2)      Pasien-pasien dengan penurunan compliance sistem pernafasan, karena seal yang bertekanan rendah pada cuff LMA akan mengalami kebocoran pada tekanan inspirasi tinggi dan akan terjadi pengembangan lambung. Tekanan inspirasi puncak harus dijaga kurang dari 20 cm H2O untuk meminimalisir kebocoron cuff dan pengembangan lambung.
3)      Pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik jangka waktu lama.
4)      Pasien-pasien dengan reflex jalan nafas atas yang intack karena insersi dapat memicu terjadinya laryngospasme.

3. Efek Samping
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, dengan insidensi 10 % dan sering berhubungan dengan over inflasi cuff LMA. Efek samping yang utama adalah aspirasi.
4. Teknik Induksi dan Insersi
Untuk melakukan insersi cLMA membutuhkan kedalaman anestesi yang lebih besar. Kedalaman anestesi merupakan suatu hal yang penting untuk keberhasilan selama pergerakan insersi cLMA dimana jika kurang dalam sering membuat posisi mask yang tidak sempurna. Sebelum insersi, kondisi pasien harus sudah tidak ber respon dengan mandibula yang relaksasi dan tidak ber-respon terhadap tindakan jaw thrust. Tetapi, insersi cLMA tidak membutuhkan pelumpuh otot. Hal lain yang dapat mengurangi tahanan yaitu pemakaian pelumpuh otot. Meskipun pemakaian pelumpuh otot bukan standar praktek di klinik, dan pemakaian pelumpuh otot akan mengurangi trauma oleh karena reflex proteksi yang ditumpulkan, atau mungkin malah akan meningkatkan trauma yang berhubungan dengan jalan nafas yang relax/menyempit jika manuver jaw thrust tidak dilakukan.
Propofol merupakan agen induksi yang paling tepat karena propofol dapat menekan refleks jalan nafas dan mampu melakukan insersi cLMA tanpa batuk atau terjadinya gerakan. Introduksi LMA ke supraglotis dan inflasi the cuff akan menstimulasi dinding pharing akan menyebabkan peningkatan tekanan darah dan nadi. Perubahan kardiovaskuler setelah insersi LMA dapat ditumpulkan dengan menggunakan dosis besar propofol yang berpengaruh pada tonus simpatis jantung.
Insersi dilakukan dengan posisi seperti akan dilakukan laryngoscopy ( Sniffing Position ) dan akan lebih mudah jika dilakukan jaw thrust oleh asisten selama dilakukan insersi. Cuff cLMA harus secara penuh di deflasi dan permukaan posterior diberikan lubrikasi dengan lubrikasi berbasis air sebelum dilakukan insersi. Meskipun metode standar meliputi deflasi total cuff, beberapa klinisi lebih menyukai insersi LMA dengan cuff setengah mengembang. Tehnik ini akan menurunkan resiko terjadinya nyeri tenggorokan dan perdarahan mukosa pharing .
Dokter anestesi berdiri dibelakang pasien yang berbaring supine dengan satu tangan men-stabilisasi kepala dan leher pasien, sementara tangan yang lain memegang cLMA. Tindakan ini terbaik dilakukan dengan cara menaruh tangan dibawah occiput pasien dan dilakukan ekstensi ringan pada tulang belakang leher bagian atas. cLMA dipegang seperti memegang pensil pada perbatasan mask dan tube. Rute insersi cLMA harus menyerupai rute masuknya makanan. Selama insersi, cLMA dimajukan ke arah posterior sepanjang palatum durum kemudian dilanjutkan mengikuti aspek posterior-superior dari jalan nafas. Saat cLMA ”berhenti” selama insersi, ujungnya telah mencapai cricopharyngeus ( sfingter esofagus bagian atas ) dan harusnya sudah berada pada posisi yang tepat. Insersi harus dilakukan dengan satu gerakan yang lembut untuk meyakinkan ”titik akhir” ter-identifikasi.
Blind Intubation dengan endotracheal tube melalui laryngeal mask airway :
1)      Tempatkan LMA dan pastikan ventilasi melalui LMA
2)      Berikan lumbrikasi pada ET melalui LMA, putar 90ยบ dari posisi normal agar mudah melewati LMA; Pada jarak 20 cm, putar ET kembali ke posisi normal.
3)      Masukan ET ke dalam trakea, kembangkan cuff, dan pastikan ventilasi
4)      Amankan ET dan LMA pada tempatnya atau potong dan pisahkan LMA agar ET dapat diposisikan dengan aman.
Intubasi fiberoptic melalui laryngeal mask airway :
1)      Tempatkan LMA dan pastikan ventilasi melalui LMA
2)      Berikan lumbrikasi pada ET kemudian ET diposisikan di bronchoscope
3)      Masukan bronchoscope melewati LMA, kemudian masuk ke trakea. ET akan masuk bersama dengan bronchoscope
4)      Pastikan posisi ET terlihat dan tarik bronchoscope
5)      Amankan ET dan LMA pada tempatnya atau potong dan pisahkan LMA agar ET dapat diposisikan dengan aman.
Tanda-tanda pemasanga LMA yang benar:
a. Adanya sedikit gerakan ke luar dari tube pada saat inflasi LMA.
b. Adanya pembengkakan berbentuk oval kecil di leher sekitar tiroid dan daerah krikoid.
c. Cuff tidak terlihat dalam rongga mulut.
d. Pengenmbanga dinding dada pada saat kompresi bag.
Kesulitan pemasangan LMA pada penatalaksanaan jalan nafas sulit :
  1. Epiglotis dapat jatuh menutupi sewaktu pemberian jalan nafas dan keterbatasan ukuran ruang untuk memasukan alat lain kedalam  trakea. Hal ini dapat terjadi meskipun pasien dapat diventilasi.
  2. Batang dari LMA dapat membatasi jalan masuk alat lainnya.
  3. Endotracheal tube mungkin terlalu pendek untuk masuk kedalam trakea melalui LMA.
  4. Kombinasi LMA dan endotracheal tube sulit untuk diamankan dan dapat terlepas keluar dari trakea.
  5. Adanya resiko aspirasi dari benda-benda yang berasal dari lambung. Pemasangan proseal dapat menurunkan resiko ini.
7. MAINTENANCE
Saat ventilasi kendali digunakan, puncak tekanan jalan nafas pada orang dewasa sedang dan juga pada anak-anak biasanya tidak lebih dari 10 -14 cmH2O. Tekanan diatas 20 cmH2O harus dihindari karena tidak hanya menyebabkan kebocoran gas dari cLMA tetapi juga melebihi tekanan sfingter esofagus. Pada tekanan jalan nafas yang rendah, tekanan gas keluar lewat mulut, tetapi pada tekanan yang lebih tinggi, gas akan masuk ke esofagus dan lambung yang akan meningkatkan resiko regurgitasi dan aspirasi. Untuk anak kecil dan bayi, nafas spontan lewat cLMA untuk periode yang lama kemungkinan tidak dianjurkan. cLMA meningkatkan resistensi jalan nafas dan akses ke jalan nafas untuk membersihkan sekret, tidak sebaik lewat tube trakea. Untungnya ventilasi kendali pada grup ini sering lebih mudah sebagaimana anak-anak secara umum mempunyai paru-paru dengan compliance yang tinggi dan sekat jalan nafas dengan cLMA secara umum sedikit lebih tinggi pada anak-anak dibandingkan pada orang dewasa.
Selama fase maintenance anestesi, cLMA biasanya menyediakan jalan nafas yang bebas dan penyesuaian posisi jarang diperlukan. Biasanya pergeseran dapat terjadi jika anestesi kurang dalam atau pasien bergerak. Kantung reservoir sirkuit anestesi harus tampak dan di monitoring dengan alarm yang tepat harus digunakan selama tindakan anestesi untuk meyakinkan kejadian-kejadian ini terdeteksi. Jika posisi pasien butuh untuk di ubah, akan bijaksana untuk melepas jalan nafas selama pergerakan. Saat pengembalian posisi telah dilakukan, sambungkan kembali ke sirkuit anestesi dan periksa ulang jalan nafas.
8. TEKNIK EXTUBASI
Pada akhir pembedahan, cLMA tetap pada posisinya sampai pasien bangun dan mampu untuk membuka mulut sesuai perintah, dimana reflex proteksi jalan nafas telah normal pulih kembali. Melakukan penghisapan pada pahryng secara umum tidak diperlukan dan malah dapat men-stimuli dan meningkatkan komplikasi jalan nafas seperti laryngospasme. Saat pasien dapat membuka mulut mereka, cLMA dapat ditarik.
Kebanyakan sekresi akan terjadi pada saat-saat ini dan adanya sekresi tambahan atau darah dapat dihisap saat cLMA ditarik jika pasien tidak dapat menelan sekret tersebut. Beberapa kajian menyebutkan tingkat komplikasi akan lebih tinggi jika cLMA ditarik saat sadar, dan beberapa saat ditarik ”dalam”. Jika cLMA ditarik dalam kondisi masih ”dalam”, perhatikan mengenai obstruksi jalan nafas dan hypoksia. Jika ditarik dalam keadaan sadar, bersiap untuk batuk dan terjadinya laryngospasme
9. KOMPLIKASI LMA
cLMA tidak menyediakan perlindungan terhadap aspirasi paru karena regurgitasi isi lambung dan juga tidak bijaksana untuk menggunakan cLMA pada pasien-pasien yang punya resiko meningkatnya regurgitasi, seperti : pasien yang tidak puasa, emergensi, pada hernia hiatus simtomatik atau refluks gastro-esofageal dan pada pasien obese.
Pada penelitian Turan et all, LMA dibandingkan dengan beberapa alat yang juga digunakan untuk menjaga patensi jalan nafas ( laryngeal tube dan perilaryngeal airway ) dan insidensi nyeri tenggorokan dengan menggunakan LMA sekitar 28 % 13 dimana insidensi ini mirip dengan kisaran yang pernah dilaporkan yaitu antara 21,4 % - 30 % ( Wakeling et al ), 28,5 % ( Dingley et al ) dan sampai 42 %. Clasic LMA mempunyai insidensi kejadian batuk dan komplikasi jalan nafas yang lebih kecil dibandingkan dengan ET. Namun clasic LMA mempunyai kerugian. LMA jenis ini hanya menyediakan sekat tekanan rendah ( rata-rata 18 – 20 cmH2O ), sehingga jika dilakukan ventilasi kendali pada paru, akan menimbulkan masalah. Peningkatan tekanan pada jalan nafas akan berhubungan dengan meningkatnya kebocoran gas dan inflasi lambung. Lebih lanjut lagi, clasic LMA tidak memberikan perlindungan pada kasus regurgitasi isi lambung.
Proseal LMA berhubungan dengan kurangnya stimulasi respirasi dibandingkan ET selama situasi emergensi pembiusan. ProSeal LMA juga mempunyai keuntungan dibandingkan clasic LMA selama ventilasi kendali ; sekat pada ProSeal LMA meningkat sampai dengan 50 % dibandingkan clasic LMA sehingga memperbaiki ventilasi dengan mengurangi kebocoran dari jalan nafas. Sebagai tambahan drain tube pada ProSeal LMA akan meminimalisir inflasi lambung dan dapat menjadi rute untuk regurgitasi isi lambung jika hal ini terjadi.
BAB III
KESIMPULAN
  1. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan.
  2. Laringeal mask airway ( LMA ) adalah alat supra glotis airway, didesain untuk memberikan dan menjamin tertutupnya bagian dalam laring untuk ventilasi spontan dan memungkinkan ventilasi kendali pada mode level (< 15 cm H2O) tekanan positif.
  3. LMA dapat dibagi menjadi 3 : Clasic LMA, Fastrach LMA, Proseal LMA, Flexible LMA dengan spesifikasinya masing-masing.
  4. Pemasangan LMA tetap membutuhkan pemilihan kasus yang selektif. Dengan memperhatikan indikasi dan kontraindikasi.
5. Untuk insersi LMA membutuhkan kedalaman anestesi yang adekuat
6. Diperlukan suatu optimalisasi dalam hal ketepatan penempatan.
7. Digunakan ventilasi bertekanan rendah setelah dilakukan insersi dan pasien dapat di ektubasi dalam keadaan sadar penuh.
 | 

Followers